Friday, 16 September 2022 23:46

Petualangan Karina

“karina!!!” teriakan tersebut berasal dari kelas X IPS 2. Karina merupakan gadis yang selalu membuat ulah di dalam kelasnya. Kali ini dia lupa mengerjakan tugas seni-nya. Ya, entah ini tugas yang keberapa yang tidak dikerjakan Karina.

            “Karina, apa susahnya kamu mengerjakan tugas ini? Ayah mu merupakan budayawan, kamu tinggal bertanya pada ayah mu.” Ucap Bu Tias guru seni di sekolah Karina.

            Tentu saja Karina membantah ucapan Bu Tias, seribu alasan keluar dari mulut Karina. Dari alasan yang tidak masuk akal sampai ke alasan yang diluar nalar seorang manusia.

            Bu Tias kembali bertanya “Mempelajari budaya tidak seburuk yang kamu pikirkan Karin, banyak hal yang menarik ketika kita mengenal budaya kita sendiri. Ketika kita tidak melestarikan budaya kita, siapa lagi yang akan melestarikannya?” ucap Bu Tias.         

“kan manusia di kelas ini bukan hanya saya bu. Itu tuh, buk ada fanny dia pintar seharusnya dia yang melestarikannya bukan saya.” Balas karina.

            “kamu belum tau karina.” Ujar bu tias.

 “memang belum tau.” ucap karina ceplas ceplos yang membuat se-isi kelas bergumam kecil. Kerasnya karina memang tiada lawan dan tiada tanding. Bu tias kehabisan kesabaran akhirnya memutuskan agar menelpon orang tua karina. Akhirnya karina pulang lebih awal, dan akhirnya dievaluasi oleh ayahnya.

            ‘tik,tik’ suara jarum jam yang terdengar memecahkan keheningan. Pria tua berkacamata, sedang membaca buku di sudut rumah yang bernuansa bangunan kuno.

“karina…” panggil Mr. Frans, ayah dari karina. Karina menggerakan kakinya menuju ayahnya.

“kamu punya masalah ya?” Tanya ayahnya dengan lemah lembut.

“tidak.” Ujar karina ketus. Ayahnya meletakan buku itu di antara seribu buku lain di rak buku miliknya.       

“hey, lihat foto di sana!”  seru ayahnya menunjuk foto lama yang terdiri 3 orang di sana, ada  karina kecil, ayah dan juga ibu. Dulu memang sangat harmonis, sekedar informasi ibu karina sudah meninggal saat karina berumur 8 tahun. Dulu jika ayah karina tidak sibuk dengan budaya nya dan semua tentang pekerjaannya mungkin ibu masih bisa tertolong pikir karina. Mulai saat itulah karina berpikir bahwa perkara itu yang merenggut kebahagiaannya. Melihat foto itu karina tertegun, ia melihat fakta bahwa masa kecinya sebahagia itu. Karina tidak membalas ayahnya, memilih diam dan tak mau angkat bicara. Keheningan hadir di antara mereka berdua sampai burung beo milik ayah mengikuti ucapan sang ayah 

“hey, lihat foto di sana!”  ucap si beo berulang kali.

 “eo, eo, lihat karina dia sedang cemberut.” Panggil ayah kepada beo Nias yang bernama Eo. Karina kesal mendengar sang ayah berkata seperti itu lalu memutuskan pergi ke kamar.

            Karina membuka ponsel pintar miliknya, sekedar membuka social media sambil berbaring di kasurnya. Terlintas di kepalanya, mengapa dia harus berpura pura tidak tau tentang budaya  sedangkan dia sendiri lahir dan tumbuh di tengah budaya itu sendiri. Karina anak yang pintar dan Mr. Frans tau hal itu.

            “karina,rina!” ucap seseorang dari luar kamar.

“ayah, aku sedang beristrahat kalau mau ajak main eo jangan depan kamar Karin dong!” seru Karina dari dalam kamar. Bukan semakin sunyi burung beo itu semakin gencar menyebut nama karina. Akhirnya Karina membuka pintu kamarnya tanpa aba aba burung beo itu menyerbu masuk dan terbang ke kamar karina.

“hust, hust sana iihhh, nyebelin banget!” ujar Karina sambil mengusir usir eo.

“sakit tau!” ucap eo. Karina terkejut setengah mati, bagaimana bisa burung beo tua ini menjawab perkataannya.

“gak usah kaget, aku juga bisa bicara. Aku bakal ajak kamu jalan jalan.” Ujar eo.

 “ha?! Jalan jalan kemana?” ucap karina bertanya Tanya. Tiba tiba buku buku yang berasal dari rak Mr. Frans berterbangan masuk ke dalam kamar Karina. Karina terkejut, kenapa genre hidupnya berubah menjadi magis. Salah satu buku tersebut terbuka dan menyeret masuk Karina dan eo di dalamnya.

            Dan tibalah mereka di lokasi yang masih sangat asri, dan rumah rumah adat yang masih berdiri dengan kokoh.

“eo ini di mana?” Karina merasa gila kenapa bisa burung ini bisa membawanya ke sini.

“udah deh jangan banyak Tanya. Lihat banyak orang yang menari di sana!” ujar Eo. Karina terpana melihat seorang wanita menari dengan anggun di atas tahtanya, seperti pernah melihat wanita itu selumnya.

 “siapa dia?” Tanya karina kepada Eo.

“oh dia, dia ratu di zaman ini. Ratu yang anggun dan di hargai di tengah rakyat nya namanya Ratu Barasi Balugu.”

“dia sedang menarikan apa?” Tanya Karina.

“aku tau kamu mengertahuinya Karina, kamu Cuma lupa. Coba ingat ingat lagi.” Karina tertegun sejenak mengingat nama tarian itu, ya akhirnya ia mengingat nya tarian khas daerah nias Tari Tuwu dan jika di lihat lihat lagi wanita itu sangat mirip dengan ibu. Karina teringat ketika ibu mengajari nya  gerakan tari tuwu, moyo, maena, fame’e afo dan masih banyak lagi. Karina melangkah dan mendekati kerumunan itu, ia ingin melihat ratu itu dari dekat. Ia benar benar terpana dengan ratu itu dan kemiripannya dengan ibu karina. Ia berlari dan memeluk orang itu, akhirnya prajurit lengkap dengan toho dan baluse di tangan mereka menangkap karina.

“kamu siapa?” ucap Ratu Barasi Balugu.

“ibu lupa sama Karin?” ujar Karin. Semua orang di sana tertegun tidak terkecuali dengan bangsawan yang sedang melaksanakan pesta besar atas di temukan batu keagungan Balugu Ngahono namanya. Akhirnya eo memecahkan suasana, semua orang di sana mengenal eo.

 “maaf semuanya, ini karina teman dekat ku. Dia sangat kagum dengan ratu makanya ia bertingkah seperti itu.” Ujar eo. Akhirnya Balugu ngahono memerintahkan prajurit itu untuk melepaskan karina. Karina merasa seperti orang bodoh sekarang. Sekarang ia menyesali perbuatannya. Bagaimana ia berbuat seperti itu sangat memalukan.

            Ratu balugu barasi akhirnya mengajak karina untuk menari bersama,karina awalnya menolak karna rasa malu yang masih terpendam. Semua orang marah terhadap  karina karna menolak permintaan ratu. Akhirnya karina mengiyakan permintaan sang ratu. Mereka bersama sama menarikan tari moyo, dengan tatapan tajam mata mereka beradu. Tatapan mata itu seperti karina pernah melihatnya, ia harap ini adalah ibunya padahal faktanya tidak. Kepakan tangan yang serentak dan gagah seperti burung elang, mereka berdua sangat anggun dan membuat semua orang yang melihatnya kagum. Akhirnya tarian tersebut mereka tutup dengan berpelukan. Pelukan itu terasa hangat tak terasa air mata karina menetes dan senyum terukir di bibirnya. Semua orang bersorak bertepuk tangan melihat tarian tersebut.

            “kamu suka menari ya?” Tanya Barasi balgu kepada karina.

“tidak, aku tidak suka.” Bantah karina.

“aku tidak percaya, tarian mu sangat bagus. Bagaimana mungkin kau tidak suka menari, bakat dari dewa mana yang telah memberikan mu bakat seperti itu?” Tanya barasi balugu.

“ tidak dari dewa manapun, dulu ibuku yang mengajari ku.” Ujar karina.

 “sekarang?” Tanya barasi balugu.

 “ibuku sudah meninggal, dan ibuku sangat mirip dengan mu.” Ujar karina.

 “mungkin jika kau mendalami dan mempelajari tarian hingga menyukai tarian tarian ini ibumu akan senang.” Ujar barasi  balugu. Karina tersenyum, serasa ibunya langsung berkata seperti itu.

“terimakasih, aku akan belajar lebih sugguh lagi.” Ujar karina.

“aku sangat suka semangat mu.” Ujar barasi balugu.

“ suatu saat jika tarian tuwu ini sudah mulai sempurna, aku akan mengajari mu untuk menari bersama. Aku dan Balugu ngahono sedang menyusun tarian ini untuk menambah semangat kerja keras di tengah tengah rakyat kami.” Ujar barasi balugu.

Karina tertawa dalam hati, “sebelum kau mengajari ku, aku juga sudah tau.” Gumam karina dalam hati.

“boleh aku membantu kalian?” ujar karina.

“tentu saja boleh.” Ujar Barasi balugu. Akhirnya mereka bersama sama merangkai tarian tersebut, dan tarian tersebut diberi nama tari tuwu yang berarti semangat ataupun dorongan. Akhirnya mereka menampilkan tarian itu di depan masyarakat. Masyarakat sangat merasa terhibur dan senang dengan alunan music gong dan faritia tak lupa suara dari aramba yang terus dimainkan menemani penari penari yang sedang menari.

            Eo melihat tarian tersebut telah usai mengajak karina agar segera kembali. Dengan berat hati karina mengambil langkah untuk pulang dan mengucapkan salam perpisahan kepada Barasi Balugu.

 “hati hati di perjalanan onogu…” ujar barasi balugu yang sudah menganggap karina sebagai anak sendiri. Karina melambaikan tangan kepada mereka semua, dan terseret kembali kedalam buku bersama eo.

            Karina terbangun dari tidurnya, ternyata hanya mimpi. Karina kecewa, tapi setidaknya ia sudah melepas rindu dengan ibunya walau hanya lewat mimpi.

 Akhirnya Karina memutuskan kemabali ke realita ia tersadar ini bukan salah siapa siapa. Ini takdir, jadi dia harus menerima keadaan.

Karina memutuskan kembali menjadi karina yang dulu, tanpa dendam dan tetap berekspresi lewat tari dan budaya nya.

 

 

 

 

 

By : Keszia Tara Christine Zebua

More in this category: « OCCURENS (PERTEMUAN)

Leave a comment

Make sure you enter all the required information, indicated by an asterisk (*). HTML code is not allowed.